Sebuah
pengalaman seni semakin murni apabila pengalaman itu semata-mata estetik,
artinya sebuah karya seni dialami bukan demi apapun di luar kepentingan seni
itu sendiri. Bukan
demi kepentingan moral, agama, kejiwaan, social, dan lain-lain. Seni yang murni hanya
menawarkan aspek intrinsik
tanpa kepentingan yang bersifat pragmatis.
Dalam
setiap karya seni (yang berupa wujud kebendaan atau terindera) terdapat dua
aspek utama, yakni aspek intrinsik
dan ekstrinsik. Intrinsik
seni dibentuk oleh medium atau material seninya, namun penggunaan bahan
material seni dilandasi oleh niat ekstrinsik, yakni gagasan, pikiran, dan
perasaan seniman. Jadi,
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik tidak dapat dipisahkan. Unsur ekstrinsik
dalam seni hanya dapat ditangkap oleh orang lain melalui perwujudan intrinsiknya.
Suasana
tertentu atau perasaan tertentu dapat diwujudkan secara intrinsik murni, dengan
medium tertentu dalam pengaturan (struktur) tertentu. Pengaturan unsur-unsur
medium inilah yang memberikan kepuasan, kesenangan, rasa sempurna pada diri
pengamat karena nilai logisnya, sehingga memperoleh rasa tertentu. Inilah
sebabnya gagasan baru, ganas, keji, menyeramkan dapat diterima dalam seni,
akibat cara pengaturan atau pengstrukturan mediumnya secara tepat.
Pada
dasarnya seorang penikmat seni dalam arti memiliki pengalaman seni atas sebuah
karya seni dapat disebut juga seorang seniman, karena ikut menciptakan makna
ekstrinsik seninya. Tetapi,
dalam hal ini orang tidak dapat semena-mena manfsirkan makna ekstrinsik, karena
makna ekstrinsik terikat pada fakta objektif benda seni itu sendiri. Penanggap
seni hanya bisa
mencari makna ekstrinsiknya melalui ungkapan intrinsik seninya, dan intrinsik
seni ini tidak bisa
dimanipulasi karena bendanya memang seperti itu (Jakob Sumardjo, 2000:169-172).
Back To Home